Minggu, 13 Juli 2008

Puisi Arifin C. Noor



KEPADA ADIK-ADIKKU
Karya : Arifin C. Noor

Adik-adikku yang manis
janganlah bertanya kemana ibu pergi
sebab ibu tak pernah pergi
dari rumah kita

Adik-adikku yang manis,
ibu akan selalu bersama kita
tidur dalam satu ranjang dalam satu pelukan
dalam dongeng-dongeng yang menyenangkan
tentang suara

Adik-adikku yang manis,
janganlah kalian menangis
tak adalah yang patut ditangisi selain dosa-dosa kita
adapun ibu tak akan pernah pergi
dari hati kita
Bersyukurlah kita sebab kita akan selalu mengenangnya

Adik-adikku yang manis,
potret yang terbaik, potret yang tercantik
adalah yang tersimpan dalam hati kita
“Terima kasih, Tuhan”
Ucapkanlah kalimat itu, sayang,
sebab pada hari ini Tuhan telah selesai membangun rumah terindah
buat ibu
dan kita
Amien.

PUISI AOH KARTAHADIMAJA



KE DESA
Karya : Aoh Kartahadimaja

‘Rang kota !
pernahkan Tuan pergi ke desa,
menghirup bumi,
baru mencangkul menyegar rasa ?

Pernahkah Tuan duduk di tengan ladang,
dengan peladang bersendau gurau,
menunggu jagung dalam ungun,
sebelum pacul kelak mengayun ?

Pernahkah Tuan tegak di tepi sawah,
padi beriak menyibak sukma,
pipit bercicit,
riang haram bersusah ?

Pernahkah Tuan liat air berdesau,
dicegah batu mebuih putih,
julung beriring berbondong-bondong,
hati terpaut ingin turut berenang-renang ?

Pernahkah Tuan pergi ke kampung,
melihat perawan menumbuk padi,
gelak tertawa disertai suara lesung,
mengenyah duka ‘ri dalam hati ?

Pernahkah tuan, pernahkah,
ah, setahu apa beta menggubah,
bila tuan ingin mencari perawan rengsa,
pergilah tuan, pergi ke desa.

Puisi Amir Hamzah



BATU BELAH
(Kabaran)
Karya : Amir Hamzah

Dalam rimba rumah sebuah
Teratak bamboo terlampau tua
Angin menyusup di lubang tepas
Bergulung naik di sudut sunyi

Kayu tua membetul tinggi
Membukak puncak jauh di atas
Bagai perarakan melintas negeri
Paying menaung jemala raja

Ibu papa beranak seorang
Manja bena terada-ada
Lagu lagak tiada disangkak
Mana tempat ibu meminta.

Telur kemahang minta carikan
Untuk lauk di nasi sejuk

Tiada sayang ;
Dalam rimba telur kemahang
Mana daya ibu mencari
Mana tempat ibu meminta

Anak lasak mengisak panjang
Menyabak merunta mengguling diri
Kasihan ibu berhancur hati
Lemah jiwa karena cinta


Dengar … dengar !
Dari jauh suara sayup
Mengalun sampai memecah sepi
Menyata rupa mengasing kata

Rang … rang … rangkup
Rang … rang … rangkup
Batu belah batu bertangkup
Ngeri berbunyi berganda kali

Diam ibu berpikir panjang
Lupa anak menangis hampir
Kalau begini susahnya hidup
Biar ditelan batu bertangkup

Kembali pula suara bergelora
Bagai ombak datang menampar
Macamsorak semarai ramai
Karena ada hati berbimbang

Menyahut ibu sambil tersedu
Melagu langsing suara susah :

Batu belah batu bertangkup
Batu tepian tempat mandi
Insya Allah tiada kutakut
Sudah demikian kuperbuat janji

Bangkit bonda berjalan pelan
Tangis anak bertambah kuat
Rasa risau bermaharajalela
Menghambat kaki melangkah cepat


Jauh ibu lenyap di mata
Timbul takut di hati kecil
Gelombang bimbang mengharu pikr
Berkata jiwa menanya bonda

Lekas –antas memburu ibu
Sambil tersedu rindu berseru
Dari sisi suara sampai
Suara raya batu bertangkup.

Lompat iobu ke mulut batu
Besar terbuka menunggu mangsa
Tutup terkatup mulut ternganga
Berderik-derik tulang belulang

Terbuka pula, merah basah
Mulut maut menunggu mangsa
Lapar lebar tercingah pangah
Meraung riang mengecap sedap …

Tiba dara kecil sendu
Menangis pedih mencari ibu
Terlihat cerah darah merah
Mengerti hati bonda tiada

Melompat dara kecil sendu
Menurut hati menaruh rindu …

Batu belah batu bertangkup
Batu tepian tempat mandi
Insya Allah tiadaku takut
Sudah demikian kuperbuat janji.





IBUKU DAHULU
Karya : Amir Hamzah

Ibuku dahulu marah padaku
Diam ia tiada berkata
Aku pun lalu merajuk pilu
Tiada perduli apa yang terjadi.

Matanya terus mengawas daku
Walaupun bibirnya tiada bergerak
Mukanya masam menahan sedan
Hatinya pedih karena lakuku

Terus aku berkesal hati
Menurutkan setan mengacau-balau
Jurang celaka terpandang di muka
Kusongsong juga biar cedera

Bangkit ibu dipegangnya aku
Dirangkumnya segera dikecupnya serta
Dahiku berapi pancaran neraka
Sejuk sentosa turun ke kalbu

Demikian engkau :
Ibu, bapa kekasih pula
Berpadu satu dalam dirimu
Mengawas daku dalam dunia.





KARENA KASIHMU
Karya : Amir Hamzah


Karena kasihmu
Engkau tentukan waktu
Sehari lima kali kita bertemu

Aku ingin rupamu
Kulebihi sekali
Sebelum cuaca menali sutera

Berulang-ulang kuintai-intai
Terus-menerus kurasa-rasakan
Sampai sekarang tiada tercapai
Hasrat sukma idaman badan

Pujiku dikau laguan kawi
Datang turun dari datuku
Di ujung lidah engkau letakkan
Piatu teruna di tengan gembala

Sunyi sepi pitunang poyang
Tidak meretak dendang dambaku
Layang lagu tiada melansing
Haram gemerincing genta rebana

Hatiku, hatiku
Hatiku sayang tiada bahagia
Hatiku kecil berduka raya
Hilang ia yang dilihatnya





KARENA KASIHMU
Karya : Amir Hamzah

Karena kasihmu
Engkau tentukan waktu
Sehari lima kali kita bertemu

Aku ingin rupamu
Kulebihi sekali
Sebelum cuaca menali sutera

Berulang-ulang kuintai-intai
Terus-menerus kurasa-rasakan
Sampai sekarang tiada tercapai
Hasrat sukma idaman badan

Pujiku dikau laguan kawi
Datang turun dari datuku
Di ujung lidah engkau letakkan
Piatu teruna di tengan gembala

Sunyi sepi pitunang poyang
Tidak meretak dendang dambaku
Layang lagu tiada melansing
Haram gemerincing genta rebana

Hatiku, hatiku
Hatiku sayang tiada bahagia
Hatiku kecil berduka raya
Hilang ia yang dilihatnya





PADAMU JUA
Karya : Amir Hamzah

Habis kikis
Segala cintaku hilang terbang
Pulang kembali aku pada-Mu
Seperti dahulu

Kaulah kandil kemerlap
Pelita jendela di malam gelap
Melambai pulang perlahan
Sabar, setia selalu

Satu kekasihku
Aku manusia
Rindu rasa
Rindu rupa

Dimana engkau
Rupa tiada
Suara sayup
Hanya merangkai hati

Engkau cemburu
Engkau ganas
Mangsa aku dalam cakarmu
Bertukar dengan lepas

Nanar aku gila sasar
Sayang berulang padamu jua
Engkau pelik menarik ingin
Serupa dara dibalik tirai
Kasihmu sunyi
Menunggu seorang diri
Lalu waktu - bukan giliranku
Mati hati - bukan kawanku … .